Latest News

LEGENDA Gunung Tumpeng

LEGENDA  Gunung Tumpeng
di Kecamatan Mlonggo
Kabupaten Jepara



       Dahulu di sebuah dukuh yang bernama Sentono, hiduplah seorang ulama yang bernama Ki Agung Alim. Beliau mempunyai dua orang istri yaitu Nyi Ronggo Winih dan Nyi Kayu Wayang. Beliau juga mempunyai teman seekor harimau besar yang diberi nama Ki Celeng atau Ki Loreng.
Cerita ini berawal ketika Ki Agung Alim bertemu dengan Ki Honggo Pati atau Ki Halonggo Pati, yang seorang ksatria atau prajurit dari kerajaan Mataram pada masa Sultan Agung. Ki Honggo Pati adalah orang yang gigih dalam memerangi penjajahan Belanda. Ia juga anak buah dari Pangeran Kajoran, seorang senopati Mataram yang ditugaskan untuk memerangi kompeni yang ada di pulau Jawa bagian utara, salah satunya Jepara.
       Pada waktu itu Ki Honggo Pati baru saja berhasil mengalahkan pasukan kompeni Belanda di Jepara bagian utara dengan dibantu oleh masyarakat di daerah itu. Dalam pertemuan Ki Ageng Alim dan Ki Honggo Pati itu, Ki Agung Alim menyarankan kepada Ki Honggo Pati untuk bersyukur kepada yang Maha Kuasa. Kemudian Ki Honggo Pati meminta kepada Ki Agung Alim supaya dibuatkan tumpeng yang besar, maka Ki Agung Alim segera pulang dengan menaiki Ki Loreng, menuju rumahnya.
     Sesampai di rumah, Ki Agung Alim segera mempersiapkan segala kebutuhan syukuran dengan memerintahkan para santrinya. Dalam waktu satu malam persiapan itupun selesai, sehingga salah satu santrinya segera menghadap Ki Agung Alim. "Assalaamu'alaikum Ki...", sapa santri. Ki Agung Alim pun menjawab, " Wassalaamu'alaikum, bagaimana santri, sudah siap semua?". Sampun Ki, tapi maaf Ki, ikannnya belum ada Ki..", jawab santri sambil membungkukkan badan. " Lho, terus bagaimana?", kata Ki Agung Alim sambil berfikir. Sudah, cepat kamu ke pinggir laut menunggu orang mancing!", lanjut Ki Agung Alim. Begitu tahu maksud Ki Agung Alim maka santri segera menjawab, "Injih Ki", sambil bergegas pergi meninggalkan Ki Agung Alim. Sesampai di pinggir laut santri tersebut menunggu pemancing yang pulang membawa ikan. Namun seharian penuh menunggu, tidak satupun pemancing yang lewat, sampai santri itupun merasa kelaparan dan kehausan atau ngelak (jawa). Maka di kemudian hari tempat tersebut dikenal dengan nama dukuh Ngelak.
       Dalam keadaan yang hampir putus asa dan hampir kembali ke Sentono, tiba-tiba lewatlah seorang pemancing yang membawa kepis besar berisi penuh ikan. Santri itupun segera menghampiri sambil bertanya, "Pak..pak, dapat ikan banyak ya...?". Karena santri itu menggunakan pakaian yang jelek, pemancing itupun khawatirkalau yang bertemu dengannya adalah orang jahat dan akan merampas ikannya, maka ia pun berbohong. "Tidak, Tidak dapat ikan!" jawab pemancing. Santri bertanya lagi, "Lha di kepis itu apa pak?". Ini bukan ikan, tapi gathel (buah putri ayu)", jawab pemancing. "Ah masak, bapak bohong ya?" tanya santri lagi semakin penasaran. "Tidak nak, saya tidak bohong. Di dalam kepis ini benar-benar gathel kok!" jawab pemancing sambil cepat-cepat berlalu. Dan santri membalas, "Ya sudah pak, terima kasih..."
        Hingga hari gelap tidak ada juga pemancing yang lewat. Santri itupun pulang dan menghadap Ki Agung Alim. "Bagaimana santri? sudah dapat ikannya? kok sampai hampir gelap baru pulang..", tanya Ki Agung Alim pada santrinya. Santri menjawab, "belum Ki". "Lho apa tidak ada pemancing?" tanya Ki Agung Alim lagi. "Ada satu Ki, walaupun kepisnya kelihatan berat, tetapi katanya tidak dapat ikan malah dapat gathel", jawab santri sambil menunduk. "Apa, gathel?", tanya Ki Agung Alim tidak percaya.
       Karena merasa dibohongi, Ki Agung Alim pun sangat kecewa dan marah. Seketika itu, tiba-tiba datanglah angin yang sangat besar sehingga semua peralatan dapur yang digunakan memasak kebutuhan tumpengpun kocar-kacir. Hanya tersisa tiga batu tumangnya saja yaitu watu tumang yang saat ini berada di tengah persawahan di desa Sinanggul Kecamatan Mlonggo Kabupaten Jepara.
       Peralatan dapur yang lainnya tersebar dimana-mana di daerah yang sekarang dikenal dengan nama Desa Jambu. Dandangnya jatuh di daerah yang sekarang dikenal dengan nama Jambu Sedandang. Piringnya jatuh di daerah yang sekarang menjadi Jambu Ujung Piring. Kekepnya jatuh di daerah yang sekarang bernama Jambu Sekekep. Lampingnya jatuh di daerah yang sekarang bernama Jambu Kedung Lamping dan pasonya jatuh di daerah yang sekarang bernama Jambu Kedung Paso. Nasi tumpengnyapun berubah menjadi gunung yang sekarang di kenal dengan gunung tumpeng. Sedangkan tempat di mana Ki Honggo Pati membuat syukuran, dikemudian hari dikenal dengan nama Sekuro.
      Sedangkan pemancing yang tadi berbohong kepada santri, sesampainya di rumah semua ikannya berubah menjadi buah gathel. Pemancing itupun terkejut serta takut, kemudian segera menemui Ki Agung Alim untuk minta maaf.

        Walapun tumpeng gagal dibuat, Ki Agung Alim tetap menemui Ki Honggo Pati di rumahnya untuk minta maaf dengan ditemani Ki Loreng. Sesampai di halaman rumah Ki Honggo Pati, ternyata sudah ada banyak orang yang menunggu dengan membawa makanan dan buah-buahan untuk mengikuti acara syukuran. Hingga sekarang halaman rumah Ki Honggo Pati tetap ramai karena menjadi sebuah pasar yang diberi nama Pasar Honggo Sari atau Longgo Sari atau Mlonggo Sari. Pada masa Bapak Sukahar menjabat Bupati Jepara, pasar itu diubah menjadi pasar Mlonggo.
        Setelah Ki Agung Alim bertemu Ki Honggo Pati dan meminta maaf, acara syukuran tetap dilaksanakan dengan ala kadarnya walaupun tanpa tumpengan. Untuk menjaga serangan dari kompeni Belanda maka Ki Agung Alim menugaskan Ki Loreng untuk mengawasi di penyeberangan yaitu di sungai di daerah yang sekarang bernama Sinanggul Mlonggo. Entah apa yang dikatakan Ki Agung Alim pada Ki Loreng, hingga sekarang Harimau tersebut masih patuh dan berubah menjadi batu besar yang bentuknya mirip sekali dengan Harimau. Batu tersebut dikenal dengan nama Watu Celeng. Wallahu a'lamu bisshowaab.


(Sumber cerita: Mbah Abdul Mutholib Desa Jambu dan diceritakan kembali oleh Sdr Rusmanto, guru SDN 1 Kawak)


http://nadzkuraka.blogspot.com/2012/05/terjadinya-gunung-tumpeng-di-kecamatan.html